Rabu, 24 Agustus 2011

Bola Liar Kasus Century

  • Oleh Hananto Widodo
PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mulai menunjukkan diri sebagai oposisi. Bersama-sama dengan Hanura dan Gerindra mereka telah menggagas hak angket untuk kasus Bank Century. Rencana penggunaan hak angket Bank Century ini tentu mendapat tentangan dari fraksi-fraksi pendukung pemerintah, terutama Demokrat. Sementara itu, Fraksi Golkar masih menunggu hasil audit dari BPK.

Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-undang No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), Hak angket sebagaimana dimaksud Ayat (1) Huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Guncangan Setelah Putusan MA

  • Oleh Hananto Widodo
JIKA ada sepuluh pengacara atau ahli hukum berkumpul, maka terdapat lebih dari sepuluh pendapat. Adagium ini kita kira tepat jika kita gunakan untuk menanggapi polemik terhadap putusan Mahkamh Agung (MA) yang berakibat pada perolehan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Memang hingga sekarang polemik tentang putusan MA terus terjadi.

Ada yang mengatakan kalau putusan MA itu tidak boleh berlaku surut. Ada juga yang mengatakan kalau MA telah melampaui wewenang. Karena kewenangan memutus hasil perselisihan pemilu ada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK), bukan MA.

Hak Angket Sebagai Pembelajaran Politik

Oleh Hananto Widodo
Ancaman paling menakutkan bagi rezim yang berkuasa adalah ketika setiap kebijakan yang dijalankan selalu diteror lawan-lawan politiknya. Mengapa demikian? Sebab, kalau kebijakan yang sedang dijalankan itu terbukti melanggar hukum atau merugikan rakyat, kedudukannya akan terancam.
Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini DPR akan menggunakan salah satu fungsi pengawasannya, yakni hak angket berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Menurut pendukung hak angket di DPR, kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM telah mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat.
Sebenarnya, pada masa pemerintahan SBY ini, DPR sering menggunakan fungsi pengawasannya untuk menembak setiap kebijakan SBY yang dianggap merugikan rakyat.

Bola Salju Korupsi

  • Oleh Hananto Widodo
KETAKUTAN orang kaya adalah ketika dia jatuh miskin. Ketakutan penguasa adalah ketika dia harus kehilangan jabatan. Ketakutan koruptor adalah ketika dia harus masuk penjara. Oleh karena itu janganlah heran ketika Tim Sukses Capres-Wapres 2004 serta anggota DPR yang diduga mendapat aliran dana dari Departemen Perikanan dan Kelautan tidak mau mengakui perbuatannya.
Korupsi di DKP sekarang tidak lagi merupakan fenomena gunung es, tetapi sudah mulai mencair ke bawah. Siapa yang terlibat mulai terbuka. Pertama mengakui menerima dana dari DKP adalah Amien Rais. Dia siap dipenjara. Amien minta agar semua penerima dana DKP mengakui perbuatannya. Amien juga melemparkan tuduhan. Salah satu pihak yang merasa tertuduh adalah Presiden SBY, sehingga SBY akhirnya mengklarifikasi pernyataan Amien
Klarifikasi SBY mendapat tanggapan dari berbagai pihak.Polemik terhadap klarifikasi SBY justru membuat lupa pada substansi korupsi DKP. Orang kesulitan mencari dasar hukum guna menjerat para politisi yang telah menerima dana DKP tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menolak memroses orang- yang diduga menerima dana DKP, karena itu merupakan wewenang KPU.

Kejanggalan Putusan MK

Oleh Hananto Widodo
Setiap Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan dalam kasus apa pun pasti akan terjadi pro dan kontra dari berbagai pihak. Mengapa? Karena putusan MK ini akan menjadi penentu terhadap nasib banyak orang. Begitu juga putusan MK tentang sengketa pilkada Surabaya yang isinya antara lain memerintahkan coblos ulang di lima kecamatan dan dua kelurahan di Surabaya.
Beberapa pihak melihat bahwa putusan MK ini sudah kebablasan. Dalam putusan MK juga ada kejanggalan, yakni meminta penghitungan ulang seluruh kotak suara se-Surabaya, kecuali yang diadakan coblos ulang.
Sebenarnya putusan MK yang kontroversial sudah banyak terjadi. Mulai memutus di luar yang dimohonkan (ultra petita) dan memutus suatu perkara dengan dasar hukum yang diragukan.

RUU Pilpres Dan Korupsi Politik

Oleh Hananto Widodo

Dibandingkan dengan RUU politik yang lain, pembicaraan mengenai RUU Kepresidenan lebih menarik untuk diamati. Sebenarnya pembicaraan mengenai RUU politik lainnya, seperti RUU Pemilu, masih berada pada hulu, sementara hilirnya ada pada RUU Kepresidenan.

Mengapa masalah dalam RUU Kepresidenan lebih krusial dibandingkan dengan RUU politik yang lain? Pertama, secara konvensional, mulai masa orla sampai orba, telah terjadi sakralisasi jabatan presiden. Kebiasaan yang sudah tertanam dalam pola pikir masyarakat Indonesia, terutama para elite politik, terus berlanjut hingga sekarang.

Urgensikah Capres Sarjana?

  • Oleh Hananto Widodo
MEMANG isu pendidikan sangat sensitif, apalagi jika isu itu berkaitan dengan politik, misalnya syarat calon presiden (capres). Sebagaimana kita perhatikan akhir-akhir ini, sejumlah elite politik sibuk lagi dengan polemik tentang syarat minimal pendidikan capres, yakni minimal harus sarjana atau strata satu (S1).
Menurut Amien Rais, standar sarjana untuk capres-cawapres relevan dan rasional. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan seorang pemimpin akan berimpilikasi kepada aspek kewibawaan pemimpin tersebut. Standar kesarjanaan itu, setidaknya bisa membuat seorang pemimpin berpola pikir rasional dan mampu mengambil kebijakan yang sistematis.
Senada dengan Amien Rais, Eep Saefulloh menyatakan bahwa kita sebaiknya membandingkan dengan standar pendidikan pemimpin nasional di sejumlah negara lain. Bahkan Eep mengatakan, orang yang ingin maju sebagai capres pada 2009 -seperti Megawati-bisa sekolah lagi (Jawa Pos, 19/03/07).

Bola Liar Interpelasi

Ternyata langkah pemerintah mendukung resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No 1747 tentang sanksi nuklir Iran menuai reaksi politik dari berbagai kalangan, terutama kalangan DPR. Sebagian anggota DPR bereaksi terhadap kebijakan pemerintah tersebut dengan cara mengusung usul hak interpelasi. Sampai sekarang, dukungan terhadap pengajuan hak interpelasi ini telah mencapai  270 orang.
Untuk lebih memahami pengertian hak interpelasi, maka kita harus membandingkan dengan pengertian hak angket. Dalam pasal 27 jo Penjelasan UU No 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat.

Negara Hukum atau Negara UU?

  • Oleh Hananto Widodo
Pembentukan UU Rahasia Negara dan UU Perfilman mengundang kontroversi karena sarat dengan faktor kepentingan dan ideologi.

Salah satu fenomena yang terjadi pasca-Orde Baru adalah semakin produktifnya kegiatan legislasi. Hal ini ditandai dengan banyaknya Undang-Undang yang lahir. Kalau kita hitung mungkin mulai tahun 1999 sampai dengan sekarang baik DPR maupun eksekutif sudah melahirkan ribuan UU.
Memang salah satu ciri dari negara hukum (rechtstaat)  adalah asas legalitas.

Memahami “Ultra Petita” MK


Oleh Hananto Widodo

Dosen Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Dua Lembaga yang dianggap superior pasca Orde Baru adalah Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan kedudukannya yang superior tersebut tentu membuat pihak-pihak yang terganggu kepentingannya terhadap eksistensi kedua Lembaga itu akan berusaha untuk melemahkan kewenangannya.
Wujud nyata dari upaya melemahkan MK dan KPK adalah dengan telah ditetapkannya revisi UU terhadap UU No. 24 Tahun 2003. Isu yang paling mengundang polemik publik ada berkaitan dengan larangan MK untuk memutus suatu perkara di luar yang dimohonkan oleh Pemohon (ultra petita).

Antara Hak Angket Dan Impeachment


Oleh Hananto Widodo
            Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana mengatakan, rekomendasi angket nanti berupa penilaian terhadap kinerja Risma terkait dengan perwali reklame. “Jika sampai ada bukti pelanggaran, kami bisa saja membuat rekomendasi ke Presiden agar Wali kota diberhentikan.” (Jawa Pos, 23/12/2010).
            Sebelumnya DPRD kota Surabaya telah menggunakan hak interpelasi untuk meminta keterangan terkait dengan kebijakan Wali kota Tri Rismaharini yang telah menerbitkan Perwali No. 56 dan 57 Tahun 2010 tentang kenaikan pajak reklame.

jalan terjal KPK


Jalan Terjal KPK
Oleh Hananto Widodo

            Entah sudah berapa kali hampir terjadi “pembunuhan” terhadap KPK. Mulai kriminalisasi pimpinan KPK Bibit-Chandra. Lalu “pemangkasan” kewenangan KPK melalui RUU yang sekarang sedang dibahas di DPR. Dan sekarang yang terakhir berkaitan dengan pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie bahwa KPK lebih baik dibubarkan karena menurut Marzuki Alie, KPK disinyalir telah mendapat suap dari Nazarudin berdasarkan pengakuan dari Nazarudin yang belum tentu benar.
            Kalau kita mau melihat pernyataan Marzuki Alie, maka kita tidak bisa melihat pernyataan itu dari satu aspek saja. Artinya kita tidak bisa melihat pernyataan Marzuki Alie itu sebagai pernyataan pribadi dia. Kemungkinan ada rencana besar untuk “membonsai” bahkan “membunuh” KPK.